Fardhu ‘ain adalah jatuhnya hukum wajib bagi tiap-tiap
individu yang telah Allah berikan beban hukum padanya.
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi
kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Q.S Al-Baqarah : 190).
Lalu kapan jihad itu berubah menjadi fardhu ‘Ain? Berikut
adalah kondisi-kondisi yang menjadikan hukum jihad itu jatuh menjadi fardhu
‘Ain.
1. Jika Imam memerintahkan untuk berangkat berperang.
Jika seorang Imam atau pemimpin umat Islam memerintahakan
penduduknya untuk berperang dan berjihad di suatu negri. Maka hukum jihad itu
menjadi fardhuu ‘Ain bagi tiap-tiap penduduk negri tersebut. Akan tetapi jika
Imam memerintahkan jihad dan pernag hanya pada suatu kelompok saja. Maka
kewajiban untuk pergi berjihad menjadi fardhu ‘Ain hanya untuk kelompok yang
diperintahkan untuk kelompok itu saja. Artinya fardhu ‘Ain itu jatuh tergantung
bagi siapa yang ditentukan oleh Imam.
Pernyataan ini berdasarkan pada hadits-hadits nabi
Muahammad saw.
Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa nabi Muhammad saw
bersabda pada hari Futuh Mekkah: “Tidak ada hijrah selepas Fathu Mekkah, tetapi
yang ada jihad dan niat, Jika kalian diminta berangkat berperang, maka
berangkatlah. (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasai, Darimi dan
Ahmad).
Makna Hadith ini adalah “Jika kalian diminta oleh Imam
untuk pergi berjihad maka pergilah" Ibnu Hajjar mengatakan : "Dan di dalam
hadist tersebut mengandungkewajiban fardu ain untuk pergi berperang atas orang
yang ditentukan oleh Imam.”
Dengan keterangan hadits shohih di atas maka jatuhnya
fardhu ‘Ain dalam hukum jihad, jika seorang Imam memerintahkan untuk pergi ke
medan jihad.
2. Jika bertemu dua pasukan, pasukan kaum Muslimin dan
pasukan kuffar.
Yang kedua adalah jika pasukan muslim bertemu dengan
pasukan kuffar. Maka hukum jihad pun menjadi fardhu ‘Ain bagi setiap kaum
muslimin yang menyaksikan kejadian tersebut. Dan haram serta berdosa jika ada
seorang muslim yang menyaksikan kejadian tersebut. sebagaimana firman Allah
dalam surat Al-Anfa ayat 15 :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan
orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, Maka janganlah kamu
membelakangi mereka (mundur).”
Berdasarkan keterangan ayat diataslah maka wajiblah bagi
tiap-tiap muslim yang menyaksikan bertemunya dua pasukan (Islam dan kafir)
untuk ikut terjun membantu pasukan muslim yang sedang bertempur. Dan inilah yan
disebut dengan jatuhnya hukum JIHAD menjadi fardhu ‘Ain. Jika tidak dilakukan
maka akan berdosa. Sebagaimana yang Allah jelaskan dalam ayat berikut :
“Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu
itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri
dengan pasukan yang lain, Maka Sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa
kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. dan Amat buruklah
tempat kembalinya.” (Q.S
Al-Anfal : 16).
Hal tersebut pun dijelaskan oleh Rasululloh dalam
haditsnya. Rasulullah saw bersabda : “Jauhilah tujuh perkara yangmembinasakan,
“Beliau saw ditanya: “Ya Rasulullah, apa tujuh perkara yang membinasakan itu?”
Beliau saw menjawab : (1) MempersekutukanAllah, (2) Sihir, (3) Membunuh orang
yang telah dilarang membunuhnya, kecuali karena alasan yang dibenarkan Allah,
(4)Memakan harta anakyatim, (5) Memakan riba, (6) lari dari medan pertempuran;
dan (7) Menuduh wanita mu'minah yang baik dan tahu memelihara diri, berbuat jahat
(zina).” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, An-Nasai, Thahawi, Baihaqi,
Baghawi).
Dengan dalil di ataslah kondisi kedua ketika hukum jihad
jatuh menjadi fardhu ‘Ain. Atau wajib bagi tiap-tiap muslim.
3. Jika musuh menyerang wilayah kaum Muslimin.
Dan keadaan fardhu ‘Ain yang ketiga, jatuh ketika musuh
Islam menyerang negri muslim. Maka dengan begitu jatuhlah fardhu ‘Ain untuk
kondisi ketiga ini. Hal ini berdasarkan keterang Al-Quran surat Al-Baqarah ayat
190 :
Dengan ketarangan ayat di ataslah yang menjadi alasan
bahwa setiap negri yang mengalami penyerangan oleh kaum kafir. Maka waib bagi
setiap penduduk yang tinggal di negri itu untuk memerangi orang kafir. Wajib
bagi tiap-tiap jiwa untuk ikut berjuang dan berjihad mengusir musuh kafir
tersebut. Maka jatuhlah fardhu ‘Ain untuk hukum jihad dalam kondisi seperti
ini. Dan keadaan itu terus berlangsung sampai orang-orang aggressor kafir itu
pergi dari negeri kaum muslimin.
Bahkan kewajibannya untuk berjihad bagi kaum muslim pada
kondisi tersebut bukan hanya untuk kaum laki-laki dan yang mempunyai kekuatan
saja. Jika musuh sudah masuk ke wilayah kekuasan atau negri Islam maka
kewajibannya menjadi bagi seluruh jiwa baik yang berkemampuan atau pun yang
tidak berkemampuan untuk berjihad. Sebagaimana Allah jelaskan dalam Al-Quran
surat At-Tawbah 41 :
“Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun
berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang
demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q.S At-Tawbah : 41).
Ayat ini pun dijelaskan oleh Ad Dasuki (dari Mazhab
Hanafi). Beliau berkata : “Didalam
menghadapi serangan musuh, setiap orang wajib melakukannya, termasuk perempuan,
hambasahaya dan anak- anak mesikipun tidak diberi izin oleh suami, wali dan
orang yang berpiutang.”
Kemuadian Ar-Ramli (Dari Mazhab Syafi'i) menambahkan
pendapatnya untuk menguatkan pendapat Ad-Dasuki. Beliau mengatakan : “Maka jika
musuh telah masuk ke dalam suatu negeri kita dan jarak antara kita dengan musuh
kurang dari pada jarak qashar sholat, maka penduduk negeri tersebut wajib
mempertahankannya, hatta (walaupun) orang-orang yang tidak dibebani kewajiban
jihad seperti orang-orang fakir, anak-anak, hambasahaya dan perempuan.”
Begitulah kondisi ketiga ketika hukum jihad berubah
menjadi fardhu ‘Ain.
4. Ketika Ada Negeri Kaum Muslimin yang Diserang oleh
Musuh dan Meminta Pertolongan.
Kondisi ini seperti ini menjadikan wajib bagi tiap-tiap
jiwa di seluruh dunia untuk terjun menolong negri saudaranya yang sedang di
serang oleh musuh tersebut. Jatuhnya hukum Fardu Khifayah dalam masalah jihad
ini jika keadaan di negri yang diserang oleh kaum kufar itu tidak memilki
kemapuan untuk melawan dan mengusirnya. Maka kewajibannya pun sama seperti
mempertahankan jiwa raga diri sendiri. hal ini berdasarkan keterangan surat
Al-Quran surat Al-Hujurat Ayat 10 :
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab
itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Q.S Al-Hujurat : 10).
Berdasakan ayat inilah maka wajib bagi setiap muslim untuk
membantu membebaskan saudaranya yang sedang terjajah dan terdzolimi oleh
penyerangan orang-orang kafir. Rasululloh saw pun menyabdakan untuk menekankan
kaum muslimin agar segera menolong saudaranya yang sedang terdzolmi agar
kembali terjaga jiwa, raga, harta, benda, dan darahnya.
Dari Nu’man Bin Basyir, bahwasnnya rasululloh pernah
bersabda : “Orang-orang beriman ibarat satu jasad, jika bagian kepala
mengaduh, seluruh badan akan menderita tidak bisa tidur dan deman.” (HR.
Muslim).
Didalam kitab Bulghatul Masalik li Aqrabil Masalik li
Mazhabil Imam Malik dikatakan : “...Dan jihad ini hukumnya fardu ain jika Imam
memerintahkanya, sehingga hukumnya sama dengan sholat, puasa dan lain sebagainya.
Kewajiban jihad sebagai fardu ain ini juga disebabkan adanya serangan musuh
terhadap salah satu wilayah Islam. Maka bagi siapa saja yang tinggal di wilayah
tersebut, berkewajiban melaksanakan jihad, dan sekiranya orang-orang yang
berada dis ana dalam keadaan lemah maka barangsiapa yang tinggal berdekatan
dengan wilayah tersebut berkewajiban untuk berjihad.”
Berdasarkan dalil-dalil di atas kita bisa mengambil
kesimpulan bahwa, membela saudara kita yang sedang terdzalimi itu wajib hukum.
Maka ketika ada negri saudara kita yang di porakporandakan diserang oleh
aggressor penjajah kafir maka kita wajib menolongnya. Dan keadaan seperti
itulah yang menjatuhkan hukum jihad menjadi fardhu ‘Ain bagi seluruh muslim di
dunia sampai si penjajah itu bisa terusir dari negri kaum muslimin.