Rabu, 27 Juni 2012

Kapan JIHAD Menjadi FARDHU KIFAYAH?

Ya, kapan jihad itu menjadi fardhu kifayah hukumnya? Tapi sebelum kita masuk pada pembahasan, kita harus memahami dulu apa yang dimaksud dengan fardhu kifayah.

Menurut jumhur ulama yang dimaksud dengan fardhu kifayah yaitu kewajiban yang akan gugur ketika sudah ada muslim yang lain yang telah menunaikannya. Namun jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka seluruh umat Islam di dunia ini menanggung dosanya.

Jadi yang dimaksud dengan hukum Jihad fardu kifayah menurut jumhur ulama yaitu memerangi orang-orang kafir yang berada di negeri-negeri mereka. Makna hukum Jihad fardu kifayah ialah, jika sebagian kaum muslimindalam kadar dan persediaan yang memadai, telah mengambil tanggung- jawab melaksanakannya, maka kewajiban itu terbebas dari seluruh kaum muslimin. Tetapi sebaliknya jika tidak ada yang melaksanakannya, maka kewajiban itu tetap dan tidak gugur, dan kaum muslimin semuanya berdosa.

Lalu kapan hukum jihad itu jatuh menjadi hukum Fardhu kifayah? Para jumhur ulama berpendapat dengan menyatakan ayat Al-Quran surat An-Nisa ayat 95 :
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk ndengan pahala yang besar,”  (Q.S An-Nisa : 95).

Pendapat para ulama ayat di atas menunjukan bahwa Jihad adalah fardu kifayah, maka orang yang duduk dan tidak ikut berjihad, maka tidak berdosa sementara yang lain sedang berjihad. Ketetapan ini demikian adanya jika orang yang melaksanakan jihad sudah cukup sedangkan jika yang melaksanakan jihad belum cukup maka orang-orang yang tidak turut berjihad itu berdosa.
                                                                                 
Kemudian para ulama kembali berpendapat untuk menjelaskan ayat di atas. Mereka mengemukan keterangan yang tertadapat pada surat Al-Fath ayat 17 : 

“Tiada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang). dan Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya; niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barang siapa yang berpaling niscaya akan diazab-Nya dengan azab yang pedih.” (Q.S AL-Fath : 17).

Berdasarkan keterangan ayat-ayat di ataslah para ulama mengelompokan jihad itu masuk kepada fardu kifayah. Dan selain ayat di atas yang telah disebutkan masih banyak lagi ayat-ayat lainya yang menjadi alasan para ulama menggolongkan jihad menjadi fardhu kifayah.

Akan tetapi fardu kifayah ini juga tetap bersyarat dan tidak mesti menjadi fardhu kifayah selamanya. Adapun beberapa syarat yang dikemukan seperti, sudah cukupnya pasukan yang berada di medan tempur, Negara Islam sedang dalam keadaan aman, dan tidak ada Negara kaum muslim yang sedang terjajah.

Dan pendapat para Imam dan para ulama pun bermacam-macam tetang kapan hukum jihad iru menjadi fardhu kifayah. Rata-rata mereka mengatakan syaratnya adalah kaum muslimin sudah mempunyai DAULAH atau Negara Islam sendiri. Seperti yang dikatan oleh Ibnu Qudamah mengatakan: “Jihad dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali setiap tahun. Maka ia wajib dilaksanakan pada setiap tahun kecuali uzur. Dan jika keperluan jihad menuntut untuk dilaksanakan lebih dari satu kali pada setiap tahun, maka jihad wajib dilaksanakan karena fardu kifayah. Maka jihad wajib dilaksanakan selama diperlukan.”

Sementara munurut Imam Syafi’I berlainan. Syaratnya memang sama, kita mesti sudah memilki Negara yang berhukum pada hukum Islam. Lalu beliua pun mengatakan : “Jika tidak dalam keadaan darurat dan tidak ada uzur, perang tidak boleh diakhirkan hingga satu tahun.” Dengan menjalankan syarat-syarat tersebut maka jihad pada saat itu jatuh pada hukum fardhu kifayah. Dan jika syarat itu tidak dilaksanakan maka hukum fardhu kifayahnya gugur.

Pendapat Imam Syafi’i ini diperkuat oleh perkataan Imam Al-Qurtuby. Menurut beliau : “Imam wajib mengirimkan pasukan untuk menyerbu musuh satu kali pada setiap tahun, apakah ia sendiri atau orang yang ia percayai pergi bersama mereka untuk mengajak dan menganjurkan musuh untuk masuk Islam, menolak gangguan mereka dan menzahirkan Dinullah sehingga mereka masuk Islam atau menyerahkan jizyah.”

Pendapat yang saling menguatkan diantara para imam ini membuat kita bisa mengambil kesimpulan bahwa jihad pada suatu waktu bisa menjadi fardu kiffaya. Dengan syarat dan ketentuan yang telah diungkapakan oleh para Imam terkemuka di atas. Seperti sudah mempunyai daulah sendiri, sudah menegakan hukum Allah, tidak ada negri yang sedang terindas, sudah cukupnya pasukan di medan pertempuran dan yang terakhir tentunya sudah melakukan pengiriman pasukan untuk menyebarkan dakwah Islam untuk menyeru mereka agar tunduk pada hukum Allah.

Jika syarat-syarat di atas sebagaimana yang telah disebutkan oleh para Imam terkemuka tadi tidak mampu dilaksnakan atau gagal dijalankan. Maka hukum jihad pun berubah tidak lagi menjadi fardhu kifayah. Akan tetapi telah jatuh menjadi fardhu ‘ain.

0 komentar:

Posting Komentar