Jumat, 06 April 2012

Fase pertama : Fase Berjihad Dengan Diperintahkan Untuk Bersabar

Inilah fase pertama dari pejalan jihad Rasululloh dan para sahabat. Fase ini terjadi pada periode Islam masih di Mekkah. Yaitu pada saat islam baru saja mulai didakwahkan kepada masyarakat jahilian Mekkah dan para pemuka musyrik Quraisy. Dalam fase ini tidak syariatkan oleh Allah untuk berjihad dengan mengangkat senjata. Pada masa ini berjihad dengan terus menahan diri dari berperang.

Pada fase inilah masanya berjihad dengan menggunkan lisan. Karena pada fase ini diperintahkan untuk berjihad dengan menggunakan hujjah dan argument yang bersumbarkan dari ayat-ayat Al-Quran. Pada masa inilah periode menyampakan risalah Islam pada masyarakat dunia umumnya dan khususnya masyarakat Quraisy hanya dengan menggunakan hujjah dan argumentasi saja.




Sebagaimana Allah firmanakan dalam Al-Quran :

“Dan andaikata Kami menghendaki benar-benarlah Kami utus pada tiap-tiap negeri seorang yang memberi peringatan (rasul).  Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan Jihad yang besar.” (Q.S Al-Furqaan : 51-52).

Ibnu Qayyim mengatakan bahwa : “Firman Allah dalam surat Al-Furqaan di atas memerintahkan berjihad dengan bersabar dan terus melawan mereka orang-orang kafir  dengan berhujjah terhadap meraka dengan ayat-ayat Al-Quran. Karena ayat ini turun dalam periode Makkah yang belum disyariatkan untuk berperang.”

Pada fase ini benar-benar dilarang untuk mengangkat senjata. Bahkan ketika keluarga Yasir disiksa dengan begitu kejamnya. Tidak ada yang rasululloh lakukan selain dari mengirmkan doa untuk keluarga Yasir. Padahal kita pastilah semua tahu bagaimana begitu sadisnya keluarga Yasir di siksa. Tubuh Yasir dipangang dalam besi panas di atas bara perapian yang menyala-menyala hingga darahnya menetes pecah terbakar panas. Lalu ibu beliau pun tidak kalah sadisnya. Ibunya diikat dua tangan dan kakinya dengan dua kuda yang berlawanan arah. Lalu kuda itu dipukul disuruh berlari ke arah yang saling berlawan dan saling menajauh, hingga tubuh ibunda Yasir terbelah menjadi dua bagian.

Lalu apa yang rasululloh lakukan? Hanya bersabar dan mengirimkan doa untuk keluarga yasir yang syahid itu. Apa karena beliau takut? Bukan, sunguh sama sekali bukan. Beliau lakukan itu karena diperintahkan oleh Allah :
 
“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah, karena Dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S Al-jatsiyah : 14).

Bahkan pada saat beberpa orang sahabat yang dipimpin oleh Abdur Rahman Bin ‘Auf datang mengeluh kepada nabi tentang semua penyiksaan yang mereka alami. Mereka pu berkata : “ Dahulu kami dalam keadaan mulia ketika kami masih dalam keadaan musyrik. Lalu apakah kami harus menjadi hina setelah kami beriman?” Nabi pun hanya menjawab :

“Aku diperintahkan untuk mema`afkan, maka janganlah kalian mengangkat senjata!”

Kondisi ini terus beelangsung, bahka ketika peristiwa baitul Aqobah yang kedua kondisinya pun masih sama. Umat Islam terus diperintahkan untuk bersabar. Setelah selasai pembaitan Aqobah yang ke dua beberpa penduduk dari Yastrib memnita izin kepada nabi untuk menyerang penduduk Aqobah dengan pedang. Dan lagi-lagi nabi menjawab dengan kata “ Aku belum diperintahkan untuk hal itu.

Kemudian nabi pun membacakan ayat Al-Quran dari surat Annisa ayat 77 :

“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan Kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada Kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.” (Q.S An-Nisa : 77).

Inilah yang menjadi dalil bahwa dalam periode mekkah ini dilarang untuk mengangkat senjata. Dalil ayat di atas sangat jelas bahwa kaum muslimin diperintahkan untuk bersabar. Dan hal ini pun menjadi kesepakat para ulama yang dinuqilkan oleh Imam Al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya.

Fase-Fase Jihad Yang Telah Rasululloh Lewati

Inilah pembahasan baru kita. Pembahasan yang akan semakin jauh masuk ke dalam jihad itu sendiri. Kita akan mempelajari perjalan awal dari jihad hingga jihad menjadi satu ketetapn syariat. Kita menapak tilas kisah JIHAD dari bermakna bersungguh-sungguh sampai bermakna pernah terhadap orang-orang kafir. Dan inilah kisah dari jihad itu, kisah yang sangat teratur dan sangat tidak sedikit pun menjadi pemberat bagi hamba-hamba Allah yang ikhlas dalam menjalankan dienul Islam-nya.

Untuk itu marilah sejanak kita ikuti perjalan panjang penuh perjuangan manusia yang paling mulia dalam menegakan Islam. Pahit getir perjuangan penegakan syariat Islam yang dilakukan oleh nabi Muhammad dan para sahabatnya akan segera tersaji merdu di hadapan kita. Perjuangan yang tidak mudah, perjuangan yang begitu penuh onak duri dan cobaan. Bagai badai pekat yang datang silih berganti. Taida pernah berhenti dan tidak pernah pula memberi budi. Tanpa balas kasihan dan tanpa ada sidikit pun rasa kasih sayang dari mereka kepada nabi Muhammad dan para sahabatnya. Namun, apa yang rosululloh lakukan saat itu? Tetap tunduk pada syariat yang telah Allah gariskan.

Subhanallah, begitulah akhlak seorang rasul. Apapun resiko dan apa pun yang beliau terima beliau tetap mengikuti aturan Allah yang sesuia dengan forsinya. Hingga beliau mampu mengalahkan mereka. Hingga Islam ini tinggi kedudukannya di seluruh dunia. Hingga manusia-manusia yang dahulu memusuhinya menjadi tunduk untuk beribadah pada Allah. Subhanallah, dan subhanallah, lagi dan lagi subhanallah. Betapa mulianya kegigihan rasululloh dalam berjuang untuk Islam. Tidakkah kita ingin meneladaninya?



Dan kisah-kisah panjang tersebut akan segera tersaji dalam penggalan-penggalan perjalan fase-fase jihad. Indahnya syariat jihad dalam naungan Islam akan kita rasakan dalam bait-bait perjuangan Rasululloh dan para sahabatnya dalam melewati fase-fase jihad yang telah Allah gariskan.

Syariat jihad mengalami beberapa fase proses perbahan dalam perjalannnya. Oleh karena itulah syariat jihad dikenal dengan istilah syariat tadarruj (bertahap). Hingga akhirnya mencapai pucak kesempurnaan syariat yaitu jihad bermakna perang melawan orang-orang kafir.

Perjalan fase jihad pun terbagi atas empat fase yang harus dilalui terlebih dahulu oleh nabi Muhammad saw dan para sahabatnya.

Pertama yaitu Fase yang Alloh peintahkan bersabar (saat masih di Mekah)
Kedua, Fase Diizinkan berjihaad namn belum diwajibkan.
Ketiga, Fase Diwajibkan berjihad apabila diserang oleh musuh. (jihad difai').
Dan yang ke empat, Fase diwajibkan berjihad merangi orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah di mana saja berada.

Dan dalam pembahasan artikel  selanjutnya akan dijelaskan satu per satu fasenya tersebut. Akan dibahas juga kondisi dan sikap kamu muslimin pada saat melewati fase-fase tersebut. Maka sebelum memulainya marilah kita senatiasa memohon petunjuk kepada Allah. Agar kita tidak tergolong kepada golongan orang-orang yang tersesat.

Kamis, 05 April 2012

FASE-FASE JIHAD DAN PEMBAGIAN JIHAD

Sesungguhnya segala puji hanyalah bagi Allah yang telah memberikan petunjuk pada kita semua. Kepadanya pula tempat kita memohon ampun. Dan kepadanya pula tempat kita memohon perlindungan dari keburukan-keburukan perbuatan syetan dan manusia. Dan kepadanya pula tempat kita memohon  bimbingan dari kesalah-kesalahan amalan kita. Maka siapa saja yang diberi hidayah Allah, tidak akan ada yang bisa menyesatkannya. Dan siapa saja yang disesatkan Allah, maka tiadalah yang mampu memberi petunjuk kepadanya.

Dan kita pun salalu berharap agar kita senantiasa terglong kepada orang-orang yang mengikuti sunnah Rasululloh Muahammad saw. Karena tiadalah contoh ikutan yang bisa menyelamat diri kita dari jilatan api neraka kecuali teladan yang telah dibawa oleh Muhammad saw. Dan kita pun haruslah terus berharap agar kita selalu ditunjuki ke jalan yang lurus. Jalan yang akan menyelamatkan kita dari panasnya azab neraka. Maka teruslah kita berharap agar Allah ridha dengan semua yang sedang kita perbuatan. Dan tiada keridoan Allah kecuali dengan mengikuti sunnah kekasihnya, apalagi jika bukan sunnah nabi Muhammad saw.

Alhamdulillah, segala puji syukur pada Allah yang masih memberi kesempatan bagi kita semua untuk melanjutkan pembahasan dalam permasalahan jihad ini. berkat karunian nikmat dan fadhilahnya kita hingga mampu melangkah hingga sejauh ini. Semoga apa-apa yang kita perbuat ini mendapatkan ridho-Nya. Dan mudah-mudahan kita senantiasa diberikan kemudahan dalam mengkaji dan memperlajari permaslahan yang sangat krusial ini.

Ya, inilah pembahasan yang sangat urgen pada masa sekarang ini. Pembahasan permasalahan jihad. Perbuatan yang sudah banyak orang-orang   islam tinggalkan pada massa sekarang ini. Padahal perbuatan ini sangatlah fundamental sekali kedudukannya dalam penegakan dienul Islam itu sendir. Namun, masih ada seberkas syukur bahagia. Kita masih mau menyempatkan waktu dalam membahasnya. Semoga setelah usai pembahasan semua permasalahannya, akan mendatangkan kebaikan bagi diri kita semua. Dan kita pun senantiasa berharap agar kita pun diberi kemampuan untuk mengamalkan ilmu yang sedang kita pelajari ini dalam perbuatan yang nyata.

Telah berlalu bagi kita dua bab permasalah yang cukup berat dan pelik. Namun Allah memberi karuniaannya, hingga kita bisa melawati pembahasan dengan menadapat jawaban yang sangat pasti dan begitu meyakinkan. Kita pun mampu menepis segala tuduhan dan penyesatan tentang JIHAD itu sendiri dalam pembahsan sebelumnya. Jika bukan karena ilmu yang Allah karunakan, apakah kita mampu melewatinya? Jika bukan karena kemurahan Allah, apakah kita mampu menjawab dan menepis semuanya? Tidak, sama sekali tidak! Ini adalah rahmat Allah. Maka patutlah kita bersyukur. Dan semoga kita pun senantiasa berlindung dari perbuatan takabur dan sombong atas apa-apa yang telah Allah karuniakan pada kita semua.
Dalam bab ketiga ini InsyaAllah kita akan segera masuk pada permasalahan fase-fase jihad dan pembagian jihad. Dimana dalam bab ini akan dibahas fase-fase atau kronologis disyariatkannya jihad di muka bumi ini. Dimana fase-fase itulah yang telah Rasululloh saw alami dan jalani dengan begitu penuh keberserahan dan begitu banyak pengorbanan.

Lalu apa perlunya kita memperlajari fase-fase dalam jihad ini? Jawabnya, sangat perlu. Dan bahkan jika saya katakan secara pribadi harus! Mengapa dan untuk apa? Pertanyaan yang sangat cerdik dan menarik. Pertanyaan yang akan menguak semua kepentingan dan urgensinya kita membahas fase-fase jihad dalam Islam.

Pertama, agar kita tahu sejarah perjalan jihadnya Rasululloh. Dengan begitu kita bisa mengambil istimbat hukum (kesimpulan) atas dasar kesesuaian keadaan dan kondisi yang saat itu rasululloh alami. Jadi kita tidak asal saja dalm mengambil keputusan dalam permasalahan jihad ini. karena kita telah mengerti kondisi-kondisi yang berubah-ubah yang Rasululloh alami lengkap dangan tindakannya. Dan tentunya tindakan-tindakannya itulah yang akan kita jadikan teladan untuk mengikuti sunnahnya dalam menjalankan Islam ini.

Kedua, agar kita bisa memahami keadaan fiqiah yang sessuai dengan ayat-ayat Al-Quran yang turun pada masa itu. Sehingga nantinya kita akan tepat memberikan penjelasan pada orang-orang yang menetang jihad fie sabilillah ini dengan alasan fase-fasenya belum sampai pada wajibkan jihad. Dan demi Allah, alasan orang-orang dungu seperti itu akan kita jumpai dalam kehidupan kita seharir-hari. Alasan yang akan mencul saat hari-hari kita, kita sibuk untuk menyeru manusia menuju berjihad di jalan Allah. Perbuatan yang akan mengangkat pelakunya pada derajat yang paling tinggi. Perbuatan yang akan memuliakan Islam ke tempat yang paling mulia. Perbuatan yang akan membuat tidak ada manusia lagi yang akan berani menghina dan melecehkan Islam. Perbuatan yang akan membuat tidak ada lagi tangan-tangan dzalim yang menganiaya dan membunuh saudara-saudara muslim kita.

Barulah setelah kita selesai membahas fase-fase jihad yang pernah Rasululloh lalui itu. InsyaAllah, akan nampak bagi kita semua pembagian jenis jihad yang ada dalam syariat Islam. Dan pada pembahasan itulah kita akan mengulas dan membahas apa-apa saja yang mesti kita lakukan dalam fase-fase dan bagian-bagian jihad tersebut.

Dengan demikian diharapkan, agar kita bisa mengkondisikan diri kita untuk berjihad dengan taraf kemamapuan dan kafasitas kita pada masa sekarang ini. Dengan catatan perbuatan kita itu tidak berarti menyalahi sunnah dan menentang jihad  yang telah Rasulullos syariatkan sebagai perang.

Maka dair itulah kita semua harus ekstra berhati-hati dalam mengambil segala tindakan dalam permasalahan jihad ini. dan kita pun mesti cermat dalam mengkaji fase-fase dan pembagian jihad yang ada dalam syariat Islam. Maka dari itu marilah kita memohon petunjukan dan pertolongan pada Allah swt. Agar kita diberi kemudahan dalam memahaminya. Dan semoga kita tidak termasuk orang-orang yang tersesat. Amieen!!!

1. Fase-Fase Jihad Yang Telah Rasululloh Lewati

Inilah pembahasan baru kita. Pembahasan yang akan semakin jauh masuk ke dalam jihad itu sendiri. Kita akan mempelajari perjalan awal dari jihad hingga jihad menjadi satu ketetapn syariat. Kita menapak tilas kisah JIHAD dari bermakna bersungguh-sungguh sampai bermakna pernah terhadap orang-orang kafir. Dan inilah kisah dari jihad itu, kisah yang sangat teratur dan sangat tidak sedikit pun menjadi pemberat bagi hamba-hamba Allah yang ikhlas dalam menjalankan dienul Islam-nya.

Untuk itu marilah sejanak kita ikuti perjalan panjang penuh perjuangan manusia yang paling mulia dalam menegakan Islam. Pahit getir perjuangan penegakan syariat Islam yang dilakukan oleh nabi Muhammad dan para sahabatnya akan segera tersaji merdu di hadapan kita. Perjuangan yang tidak mudah, perjuangan yang begitu penuh onak duri dan cobaan. Bagai badai pekat yang datang silih berganti. Taidak pernah berhenti dan tidak pernah pula meberi budi. Tanpa balas kasihan dan tanpa ada sidikit pun rasa kasih sayang dari mereka kepada nabi Muhammad dan para sahabatnya. Namun, apa yang rosululloh lakukan saat itu? Tetap tunduk pada syariat yang telah Allah gariskan.

Subhanallah, begitulah akhlak seorang rasul. Apapun resiko dan apa pun yang beliau terima beliau tetap mengikuti aturan Allah yang sesuia dengan forsinya. Hingga beliau mampu mengalahkan mereka. Hingga Islam ini tinggi kedudukannya di seluruh dunia. Hingga manusia-manusia yang dahulu memusuhinya menjadi tunduk untuk beribadah pada Allah. Subhanallah, dan subhanallah, lagi dan lagi subhanallah. Betapa mulianya kegigihan rasululloh dalam berjuang untuk Islam. Tidakkah kita ingin meneladanya?

Dan kisah-kisah panjang tersebut akan segera tersaji dalam penggalan-penggalan perjalan fase-fase jihad. Indahnya syariat jihad dalam naungan Islam akan kita rasakan dalam bait-bait perjuangan Rasululloh dan para sahabatnya dalam melewati fase-fase jihad yang telah Allah gariskan.

Syariat jihad mengalami beberapa fase proses perbahan dalam perjalannnya. Oleh karena itulah syariat jihad dikenal dengan istilah syariat tadarruj (bertahap). Hingga akhirnya mencapai pucak kesempurnaan syariat yaitu jihad bermakna perang melawan orang-orang kafir.

Perjalan fase jihad pun terbagi atas empat fase yang harus dilalui terlebih dahulu oleh nabi Muhammad saw dan para sahabatnya. Dan dalam pembahasan berikut ini akan dijelaskan satu per satu fasenya tersebut. Akan dibahas juga kondisi dan sikap kamu muslimin pada saat melewati fase-fase tersebut. Maka sebelum memuliainya marilah kita senatiasa memohon petunjuk kepada Allah. Agar kita tidak tergolong kepada golongan orang-orang yang tersesat.

Rabu, 04 April 2012

Masih Banyak Perbuatan Ladang Untuk Berjihad, Mengapa Harus Berperang?


Setalah penolakan sekomlompok orang dengan hadits tadi dengan hadit palsu sudah mampu kita patahkan. Lalu bisa kita bantah dengan keterangan yang lebih kuat dan lebih nyata. Yaitu keterangan yang bersumberkan pada Al-Quran dan hadits-hadits shohih. Maka alasan mereka yang hendak menyesatkan umta pun termenahkan.

Lalu belakangan kembali muncul kelompok-kelopok yang enggan untuk mengakui kebenaran Allah ini. Mereka tidak mau menerima bahwa jihad itu bermakna perang. Mereka mengatakan seperti judul di atas,  Masih Banyak Perbuatan Ladang Untuk Berjihad, Mengapa Harus Berperang? Begitulah perkataan mereka.

Setalah diselidiki dengan mendalam tentang alasan-alasan mereka. Mengapa mereka hingga bisa mengatakan seperti itu. Ternyata pendapat mereka itu berasal dari sebuah kekeliruan dalam memahami nash-nash dalil hadits rasululloh.

Mereka mengatakan bahwa, menuntut ilmu adalah berjihad. Mengajar adalah berjihad. Menafkahi kelaurga adalah berjihad. Mengaji adalah berjihad. Dan seterusnya dan seterusnya.

Mengapa dikatakan keliru? Ya, karena memang benar keliru. Karena mereka mengartikan kalimat fie sabilillah adalah berjihad. Dan inilah yang kelirunya itu. Kerena mereka terbalik dalam menafsirkannya. Seharusnya tidak diartikan seperti itu.

Pengertian mudahnya JIHAD dengan berperang adalah fie sabilillah. Tapi tidak setiap perbuatan yang fie sabilillah itu dinamakan jihad. Analoginya bola adalah benda  yang berbentuk bulat. Tapi tidak setiap yang berbentuk bulat itu dinamakan bola. Bisa saja itu benda lain

Kita ambil contoh hadits tentang menuntut ilmu:

Siapa saja yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu, maka dia itu fie sabilillah (berada di jalan Allah) sampai dia pulang.(HR. Bukhari).

Artinya menuntu ilmu memang perbuatan di jalan Allah. Tapi tidak berarti orang yang menuntut ilmu itu sama dengan perang. Orang yang menuntut ilmu dan orang yang sedang perang adalah sama-sama saja sedang berjuang di jalan Allah. Bukan sama-sama sedang berperang.

Begitulah pertentangan-pertentangan yang muncul dalam memaknai jihad itu sendiri. Semoga kita dengan pembahasan ini kita bisa menjadi lebih paham mana makna dari jihad yang sesungguhnya. Dan semoga pula kita tidak mudah tergilincir oleh pemahaman-pemahan yang meneyesatkan aqidah keIslaman kita.

Wallahu ‘Alam

Tinjauan Dalil Tentang Pertentangan Jihad yang Paling Tinggi adalah Melawan Hawa Nafsu

Saudaraku semua! Meskipun telah begitu nyata keterangan tentang arti jihad. Baik itu dalam keterangan Al-Quran, hadits, ataupun perkataan para shabat dan ulama. Namun masih tetap ada saja yang mempermaslahkannya. Ada yang hendak mengotak-ngatik sesuatu yang telah menajdi ketetapan Allah itu.

Mereka hendak memalingakan perhatian umat Islam dari pemahaman yang benar. Merak coba menggelintirkan makna jihad menurut hawa nafsu mereka. Mereka mengatakan bahwa mengartikan jihad itu perang adalah sesuatu yang salah dan sesat. Dan yang benar adalah apa-apa yang menjadi pendapat dari mereka. Wallahu ‘alam apa maksud mereka-mereka ini berbuat demikan. Tapi yang pasti nyata bagi saya, mereka hendak memadamkan cahaya Allah.

Untuk itu saya merasa perlu mengangkat permasalahan tersebut dalam bab ini. Agar bisa menjadi benteng bagi kita semua dari pemahaman yang salah dan menyesatkan kita dari jalan Allah.

Dan hujjah (alasan) mereka untuk itu bermacam-macam. Begitu pun juga dengan dalilnya mereka catut seenaknya dan menempatkannya tidaklah pada tempatnya. Begitu keras permusuhan mereka terhadap orang-orang yang memaknai jihad adalah perang. Maka mereka pun mengeluarkan dalih-dalih sebagai berikut :

Jihad yang Paling  Tinggi Adalah Melawan Hawa Nafsu.

Ya, begitulah kata mereka. Jihad yang paling tinggi derajatnya bukanlah berjihad dengan berperang di jalan Allah. Akan tetapi menurut mereka jihad tertinggi itu adalah Jihad melawan hawa nafsu. Inilah yang sering mereka sebut jihad nafs huwa jihadul Akbar (jihad melawan hawa nafsu itu jihad yang paling besar). Atau dengan kata lain jihad dengan berperang bercucuran darah dengan mengorbankan harta dan jiwa merupakan jihadus shagir (jihad yang kecil).

MasyaAllah, entah apa yang membeuat mereka begitu berani menerjang dan melawan nash-nash syara yang telah Allah tetapkan. Hingga mereka begitu berani bahwa JIHAD bermakna PERANG itu jihad kecil. Dan jihad yang paling besar adalah jiha melawan hawa nafsu.

Setala ditelusuri dan diusut pkok permasalahannya. Alhamdulillah, akhirnya kita bisa memnemukan juga dalil yang menjadi hujjah mereka. Ternyata katanya mereka menyandarkan pendapat mereka itu pada sebuah hadits yang berbunyi :

"Kita baru saja kembali dari jihad kecil menuju jihad yang besar. Para shahabat bertanya, "Apa jihad besar itu? Nabi saw menjawab, "jihaad al-qalbi (jihad hati).” Di dalam riwayat lain disebutkan jihaad al-nafs".  178(178 KanZ al-'Ummaal, juz 4/616; Hasyiyyah al-Baajuriy, juz 2/ 265).

Jadi berdasakan hadits di ataslah mereka berasalah bahwa jihad dengan pergi perang adalah JIHAD ashgar (kecil), dan jihad yang besar adalah jihad menahan hawa nafsu. Dan sungguh ini merupakan pemahan yan benar-benar salah. Pendapat seperti ini telah menyalahi nash-nash dan dalil yang lebih kuat yang bersuber pada Al-Quran dan hadits-hadits shohih. Sebagaimana dalil-dalil tersebut telah kita bahas.

Dan setelah diteliti ternyata hadits yang mereka jadikan alasan di atas, sangat lah tidak bisa digunakan sama sekali. Hagitsnya sangat lemah, dan bahkan itu merupakan sebuah hadits maudhu (hadits palsu). Karena hadits tersbut tidak ditemukan dalam riwayat-riwayat imam hadits-hadits termasyhur.

Adapun tanggapan terhadap hadits yang menajdikan dalil bahwa jihad yang paling besar adalah jihad menahan hawa nafsu adalah sebagai berikut:

Pertama, status hadits jihaad al-nafs lemah, baik ditinjau dari sisi sanad maupun matan. Dari sisi sanad, isnaad hadits tersebut lemah (dla'if). Al-Hafidz al-'Iraqiy menyatakan bahwa isnad hadits ini lemah. Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalaaniy, hadits tersebut adalah ucapan dari Ibrahim bin 'Ablah.179 (179 Lihat Imam al-Dzahabiy, Syiar A'laam al-Nubalaa', juz 6/ 324-325. Di dalam kitab ini dituturkan, bahwasanya Mohammad bin Ziyad al-Maqdisiy pernah mendengar Ibrahim bin 'Ablah berkata kepada orang-orang yang baru pulang dari peperangan (jihad), "Kalian baru saja kembali dari jihad kecil ffihaadal-ashghar), lantas, apa yang kamu lakukan dalam jihad al-qalbiy."

Al-Hafidz al-Suyuthiy juga menyatakan, bahwa sanad hadits ini lemah (dla'if).

Kedua, seandainya keabsahan hadits ini tidak perlu kita perbincangkan, maka lafadz jihad al-akbar yang tercantum di dalam hadits itu wajib dipahami dalam konteks literal umum; yakni perang hati atau jiwa melawan hawa nafsu dan syahwat serta menahan jiwa untuk selalu taat kepada Allah swt. Sebab, jihad menurut pengertian bahasa bisa bermakna perang maupun bukan perang. Sedangkan jihad kecil (jihaad al-ashghar) dalam hadits itu mesti dimaknai dalam konteks syar'i dan 'urfy, yakni berperang melawan orang-orang kafir di jalan Allah.180 (180 Dr. Mohammad Khair Haekal, al-Jihaad Al-Qitaal, juz 1/46).

Suatu lafadz, jika memiliki makna bahasa, syar'iy, dan 'urfiy, harus dipahami pada konteks syar'iynya terlebih dahulu. Baru kemudian dipahami pada konteks 'urfiy (konvensi umum), dan lughawiy (literal). Demikian juga kata jihaad. Lafadz ini mesti dipahami pada konteks syar'iynya terlebih dahulu, yakni berperang melawan orang kafir. Jika makna ini ingin dialihkan ke makna-makna yang lain, selain makna tersebut, harus ada qarinah (indika-tor) yang menunjukkannya. Lafadz jihad (jihad al-akbar) yang termaktub di dalam hadits jihaad al-nafs harus dibawa kepada pengertian literal secara umum.

Hanya saja, dalam konteks syar'iy dan konvensi umum, lafadz jihad harus dipahami perang melawan orang kafir (perang fisik), dan tidak boleh diartikan dengan perang melawan hawa nafsu dan syahwat.

Ketiga, dari sisi matan hadits (redaksi), redaksi hadits jihaad al-nafs di atas bertentangan nash-nash yang menuturkan keutamaan jihaad fi sabilillah di atas amal-amal kebaikan yang lain. Oleh karena itu, redaksi (matan) hadits jihad al-nafs wajib ditolak karena bertentangan dengan nash-nash lain yang menuturkan keutamaan jihad fi sabilillah di atas amal-amal perbuatan yang lain. Bahkan, para ulama yang memiliki kredibilitas ilmu dan iman telah menetapkan jihaad fi sabilillah sebagai amal yang paling utama secara mutlak. Adapun bukti yang menunjukkan bahwa jihad fi sabilillah adalah amal yang paling utama adalah sebagai berikut:

“Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.(Q.S At-Tawbah : 24).

Ayat di atas menunjukan bahwa betapa tinggi derajat perang di jalan Allah. Dan sekali lagi ayat Allah menejalskan bahwa JIHAD dengan berperanglah jihad yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah. Dan sungguh jika kita ingin membantahkan ayat-ayat Allah tersebut tentulah masilah sangat banyak. Lalu siapa yang masih meragukan keterangan Allah ini?

Lalu begitu pun dengan hadits-hadits nabi Muhammad saw. Hadits-hadits beliau menyatakan bahwa jihad yang paling tinggi derajatnya adalah berperang dijalan Allah, bukan menahan hawa nafsu. Berikut adalah keterangannya :

Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Anas bin Malik ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Berjaga-jaga pada saat berperang di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Imam Bukhari).

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, Turmudziy, dan lain-lain. “Sesungguhnya, kedudukan kalian di dalam jihad di jalan Allah, lebih baik daripada sholat 60 tahun lamanya.” (HR. Imam Ahmad).

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudziy disebutkan, bahwa jihad lebih baik daripada sholat di dalam rumah selama 70 tahun.  Masih banyak lagi riwayat yang menuturkan keutamaan dan keagungan jihad di atas amal kebaikan yang lain.

Dengan keterangan-ketarangan tersebut kita harus menolak hujjah (alasan) apapun yang mengatakan bahwa perang itu adalah JIHAD kecil dan melawan hawa nafsu adalah jihad besar.
(bersambung ke artikel selanjutnya)

Selasa, 03 April 2012

Pengertian Jihad Secara Syariat


Pada bagian ini kita akan lebih mendalam lagi dalam memaknai jihad yang sbenarnya. Yaitu pengertian jihad menurut syariat. Kita akan sama-sama kaji bagaimana syariat memaknai kalimat jihad itu sendiri. Apakah  hanya sebatas bersungguh-sungguh dan mencurahkan segala kemampuan? Atau lebih ari hal itu semua.

Jawaban akan segera kita ketahui dalam pemaparan berikut ini. Pemaparan yang akan tersaji bukanlah berdasarkan prakiraan, prasangka dan duga-duga. Namun pengertian dan tafsir dari kaliamat jihad itu sendiri akan langsung dijelaskan oleh Al-Quran, setelah itu baru diejalaskan oleh Hadits nabi Muhammad saw, lalu yang terakhir akan diterangkat oleh tafsir para mufasirin dan para ulama jihad.

Dalam Al-Quran, Hadits dan pendapat para ulama. Semuanya sepakat pada satu perkataan, bahwa pengertian JIHAD secara syariat adalah bermakna perang. Tiada makna lain yang lebih tepat untuk mengartikan kalimat-kalimat jihad itu selain dari PERANG.

Semuanya sumber menyatakan seperti itu. Tidak ada yang bertentangan kecuali mereka yang hendak menipu Allah dengan lisan-lisan mereka. Bagaimana tidak menipu Allah, bagi orang-orang yang mengatakan jihad bukanlah bermakna PERANG. Sementara pengertian dan penafsiran Ayat Al-Quran sendiri mengartikan perang.

Jika kita memakai metode tafsirul kitab bil kitab (menafsirkan ayat Al-Quran dengan ayat yang lainnya) akan sudah bagi kita semua bahwa jihad menurut syariat bermakna PERANG. Begitu pula jika kita memakai metode penafsiran Kitab bis Sunnah (menafsirkan AL-Quran dengan hadits-hadits nabi Muhammad saw), kita akan mendapat penjelasn bahwa Kalimat Jihad dalam Al-Quran adalah bermakna PERANG. Maka tidaklah heran jika para sahabat dan para ulama pun sepakat pada satu perkataan bahwa yang dimaksud dengan kalimat JIHAD dalam Al-Quran adalah berarti PERANG.

Marilah kita lihat ketarangan dalam Al-Quran bahwa kalimat JIHAD yang Allah maksudkan adalah perang. Mari kita perhatikan ayat-ayat berikut ini :

“Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q.S At-tawbah : 41).

Dalam surat At-Tawbah ayat 41 satu tersebut betapa jelas bagi perintah jihad. Seruan jihad yang dimulai dengan kalimat perintah untuk keluar dari tempat kita berdiam. Kita diperintahkan berangkat dari tempat kita berdiam baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Lalu setelah kalimat itu diikuti dengan seruan jihad dijalan Allah. Kalau bukan perintah jihad itu berarti perang apalagi yang lebih tepat? Jika bukan kalimat jihad itu berarti perang mengapa diperingatkan dan ditekan dengan begitu kerasnya agar berangkat baik itu dalam keadaan lapang maupun sempit.

Kemudian marilah kita coba perhatikan lagi ayat ke 86 di surat yang samam :
“dan apabila diturunkan suatu surat (yang memerintahkan kepada orang munafik itu): "Berimanlah kamu kepada Allah dan berjihadlah beserta Rasul-Nya", niscaya orang-orang yang sanggup di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka berkata: "Biarkanlah Kami berada bersama orang-orang yang duduk." (Q.S At-Tawbah : 86).

Dalam terjemahan yang dibuat oleh departemen agama RI pengertian orang-orang yang duduk pada kalimat terakhir pada ayat di atas adalah orang-orang yang tidak ikut berperang. Dengan begitu kita bisa mengetahui bahwa kalimat “berjihadlah” dalam ayat tersebut berarti berperanglah.

Lalu jika memang kalimat Jihad dalam ayat tersebut di atas bukan bermakna perang? Untuk apa orang-orang menafik memnta izin kepad nabi Muhammad agar tetap tinggal bersama orang-orang yang tinggal di situ? Maka jelaslah bagi kita bahwa kalimat BERJIHADLAH dalam surat At-tawbah ayat 86 ini bermakna perang.

Sama hal keterangan ayat di atas dengan kalimat jihad yang terdapat pada Surat An-Nisa ayat 95 :

“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk, satu derajat. kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” (Q.S An-Nisa : 95).

Begitu pula halnya keterang itu jelas sekali bisa kita baca surat Al-Anfal ayat 72 :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada Perjanjian antara kamu dengan mereka. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al-Anfal : 72)

Dan sesungguhnya masih banyak ayat-ayat Allah lainnya dalam Al-Quran yang menunjukan bahwa kalimat JIHAD itu berarti PERANG. Lalu masihkah kita meragukan keterangan Al-Quran? Sementara kita mengakui bahwa kita mengimani Al-Quran. Lalu masihkah kita menafikan keterangan Al-Quran yang menyatakan JIHAD itu bukan perang? Sementara kita mengatakan Al-Quran Kitabullah dan dijamin kebenanarannya. Kalau begitu apalagi alasan kita untuk tidak menyatakan bawa JIHAD itu bermakna PERANG.

Subhanallah, begitu gamblang dan jelas Allah memberi keterangan pada kita tentang makna jihad secara syariat. Betapa tiada alasan lagi untuk kita semua meragukan keterangannya yang nyata ini. Ayat Allah begitu jelas, keterngannya begitu nyata. Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang menutup mata dan pura-pura tidak tahu tentang makna jihad yang sesungguhnya.

Begitu pula Rasululloh menerangkan dalam hadits-haditsnya, bahwa JIHAD itu sesungguhnya bermakna perang. Bukan hanya banyaknya hadit-hadits beliau saja yang menyatakan hal itu. Aka tetapi beliau pulalah yang menjadi pelakunya. Beliau memakanai JIHAD itu secara syariat adalah perang. Maka berpuluh-puluh kali Rasululloh saw berangkat ke medan peertempuran.

Dan berikut ini adalah beberapa hadits yang menunjukan bahwa yang dimaksudkan Jihad itu adalah perang.

Dari Amru bin Abasyah berkata: Seorang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? Beliau menjawab:”hatimu menyerah dan orang-orang muslim selamat dari gangguan tangan dan lisanmu. Ia berkata:”Islam seperti apa yang paling utama?” Beliau menjawab: “Al-Iman”. Ia bertanya:”Apakah Iman itu?” Beliau menjawab: ” Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya dan kebangkitan setelah mati.” Ia bertanya lagi: “Iman seperti apa yang paling utama?” Beliau menjawab: “Hijrah”. Ia bertanya: “Apakah Hijrah itu?” Beliau menjawab: “Engkau tinggalkan kejahatan.” Ia bertanya lagi: “Hijrah seperti apa yang paling utama?” Beliau menjawab: “Al-Jihad.” Ia bertanya lagi: “Apakah Jihad itu? Beliau menjawab: ” Engkau perangi orang-orang kafir jika engkau jumpai dimedan perang.” Ia bertanya lagi: “Jihad seperti apa yang paling utama?” Beliau menjawab: “Siapa yang dilukai anggotanya dan dialirkan darahnya.” (HR Ahmad).

Subhanalloh, begitu lugas Rosululloh Muhammad menjawab pertanyaan sahabat dalam masalah JIHAD. Tak ada keraguan dan tak ada pula satu perkataan penghalangan dan perumpamaan dalam menjelaskannya. Dengan begitu tegasnya Rosululloh menjelaskan bahwa JIHAD itu adalah memerangi orang-orang kafir. Sekali lagi, keterangan dari hadits Muhammad ini menyatakan Jihad adalah berarti perang.

Begitu juga seperti yang diungkapkan dalam hadit di bawah ini. Hadits di berikut ini juga menggambarkan keadaan para sahabat nabi. Jika dikatakan kepada mereka tetang jihad, maka mereka akan langsung tertuju pusat pikirannya ke perang melawan orang kafir.

Dari Abu Qutadah ra, dari Rasulullah saw, bahwasannya baginda telah berdiri dikalangan mereka kemudian menyebutkan, “Sesungguhnya Jihad fie Sabilillah dan Iman kepada Allah itu adalah amal-amal yang paling utama.” Maka berdirilah seseorang kemudian ia berkata: “Wahai Rasulullah bagaimana pendapat tuan sekiranya saya terbunuh fie sabilillah, apakah semua dosa-dosa saya terhapus?” kemudian Rasulullah menjawab: “Ya, jika engkau terbunuh fie sabilillah sedangkan engkau sabar, semata-mata mencari pahala, maju terus, tidak mundur.” Kemudian Rasulullah saw berkata: “Bagaimana tadi apa yang engkau katakan?” Ia bertanya: “Bagaimana pendapat tuan sekiranya saya terbunuh fie sabilillah, apakah semua kesalahan saya juga akan terhapus? Maka Rasulullah menjawab: “Ya, sedangkan kamu bersabar, semata- mata mencari pahala, maju terus tidak mundur, kecuali hutang (tidak akan terhapus), karena sesungguhnya Jibril as mengatakan demikian kepadaku.” (HR Muslim no.1885).

Begitu pula dengan para ulama sepakat bahwa jihad menurut syariat adalah berarti perang. Mereka menyatakan Bahawasannya Jihad itu jika dinyatakan secara mutlak tanpa qayyid maksudnya adalah bermakna Qital (Perang) dan mengerahkan kemampuan daripadanya untuk meninggikan kalimatullah. Dan ta'rif Jihad yang lebih mendasar dan lebih mencakup adalah yang dinyatakan dalam Mazhab Hanafi yaitu: "Mencurahkan kemampuan dan kekuatan dengan berperang di jalan Allah SWT, dengan jiwa, harta dan lisan dan selain itu." (Al-Kisani, Badai'u Ash-Shanai'i 9/4299).

Ibnu Rusyd mengatakan: "Setiap orang yang meletihkan dirinya di dalam mentaati Allah, maka sungguh ia telah berjihad di jalanNya, kecuali bahawasanya perkataan 'Jihad fie Sabilillah' bila dinyatakan secara mutlak, maka dengan kemutlakannya itu tidak dapat diartikan selain dari: "Memerangi orang orang kafir dengan pedang, hingga mereka masuk kedalam agama Islam atau membayar Jizyah dari tangan mereka, sedang mereka dalam keadaan hina." (Muqaddimah Ibnu Rusyd 1/369).

Dan perkataan 'fie Sabilillah' jika dinyatakan secara mutlak atas sesuatu perbuatan, yang dimaksud adalah Jihad yang maknanya Perang. Oleh karena itu kita lihat banyak para ulama penyusun berbagai kitab mencantumkan hadis-hadis yang mengandung perkataan 'fie Sabilillah' di dalam bab-bab Jihad. Misalnya Hadis:

"Sesiapa yang berpuasa sehari fie sabilillah niscaya Allah menjauhkan mukanya dari api neraka 70 tahun perjalanan." (Fathul Bari no. 2840, Kitabul Jihad, Bab Fadlus Soum fie Sabilillah 6/47).

Untuk lebih menyakinkan kita rujuk kitab kitab: Shahih Bukhari, Sunan Nasai, Sunan Tirmidzi, At-Targhib wat Tarhib, dan lain-lain.

Ibnu Hajar berkata: "Dan yang tidak memerlukan pemikiran yang panjang untuk memahami lafaz 'fie sabilillah adalah Jihad."

Dari semua pemaparan di atas nampaknya kita harus sepakat bahwa JIHAD menurut syariat berarti dan bermakna perang. Begitu telah panjang kata-kata dirangkaikan semiga bisa mendatangkan kepaham kepada kita semua. Dan begitu telah banyak ayat dituliskan, semoga dapat membuat kita semakin mengimani kebenaran yang datangnya dari Allah tersebut. Sehingga kita mampu memaknai JIHAD sesuai makna yang sesungguhnya