Fase inilah yang disebut fase terkahir dalam pergerakan
JIHAD Islam. Ketika fase ini umat Islam menyatakan perang terhadap semua orang
kafir. Tidak lagi memandang dia menyerang negri Islam atau tidak. Dan tidak
memandang suku bangsa, ras, dan keluarga. Semua orang-orang kafir wajib
diperangi hingga mereka mau tunduk dan memeluk Islam. Atau jika mereka enggan
beriman kepada Allah maka mereka wajib membayar jizyah sebagai tanda tunduk dan
memohon perlindungan. Maka jika mereka telah membayar jizyah maka terjalah
jiwa, raga, darah dan harta mereka.
Fase kempat ini terjadi setelah terjadi futh Mekkah. Atau
setelah kaum muslimin mendapat kemenangan yang besar. Berhasil merebut kembali
kampung halamannya. Bisa kembali lagi ke kampung halaman mereka setelah sekaian
lama mereka tertindas, terdzalimi dan terusir. Kejadian ini terjadi sekita
tahun ke 8 hijriyah.
Kisah awal mulanya fase keempat ini datang adalah setelah terjadi futh Mekkah. Rasululloh
melakukan peperangan Tabuk. Dan Sekembalinya dari Perang Tabuk tahun 9 Hijriah,
Rasulullah ingin melakukan ibadah haji, tetapi orang-orang musyrik masih
melakukan thawaf dengan telanjang. Karenanya, Rasulullah tidak mau menjalankan
haji, sampai tradisi orang musyrik itu dihapuskan. Untuk itu, beliau mengutus
Abu Bakar r.a. memimpin haji dan menyampaikan maklumat terhadap orang musyrik
agar tidak melakukan haji setelah tahun itu dan memberi tempo selama 4 bulan
agar masuk Islam, setelah itu tidak ada pilihan, kecuali perang.
Sebagaimana seperti yang tertera dengan jelas dalam surat
At-Tawbah ayat ke 5 berikut :
Kemudian keterangnan ayat di atas dipertegas kembali
dengan turunnya ayat-ayat selanjutnya pada surat At-tawbah ini. Yaitu dengan
turunnya ayat ke 28 dan 29 :
Dengan turunnya
ayat ini menandakan bahwa fase baru telah dimulai dan inilah fase final dalam
syariat Islam dalam masalah jihad. Yaitu jihad bermakna memerangi semua kaum
kafir yang enggan beriman kepada Allah. Ibnu Qoyyim berkata, “Ketika diturunkan
surah Bara’ah (At-Taubah), Allah memerintahkan kepada Rasulullah untuk
memerangi musuh-Nya dari ahli kitab sampai mereka membayar jizyah atau masuk
Islam. Kronologi di atas disebutkan oleh ulama-ulama seluruh mazhab dalam
kitab-kitabnya.
Inilah fase terakhir dari perjalanan panjang syariat Jihad.
Dan kita sebagai muslim haruslah menerima dengan penuh keiklasan perintah ini.
perintah Allah untuk memerangi orang
kafir sampai mereka beriman kepada Allah. Sebagaimana Allah perintahkan dalam
surat Al-Baqorah ayat 193 :
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi
dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti
(dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap
orang-orang yang zalim.” (Q.S Al-Baqarah : 193).
Periode keempat sekaligus sebagai tahapan akhir syariat
jihad dalam Alquran. Substansi dari syariat tersebut adalah memerangi orang
musyrik termasuk ahlul kitab sampai mereka menerima Islam atau membayar jizyah.
Sebagian penulis menyebut periode ini sebagai jihad thalaby (ofensif).
Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw., “Aku
diperintahkan memerangi manusia sampai mereka bersaksi tidak ada Ilah kecuali
hanya Allah, dan Aku utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat. Jika
mereka melakukannya maka darah dan harta mereka mendapat perlindungan dariku,
kecuali dengan hak Islam, sedang hisabnya terserah Allah Ta’ala.” (HR Bukhari
dan Muslim).
Ditetapkannya jihad thalaby (ofensif) sebagai hukum niha’i
(final) dalam jihad tidak diperselisihkan oleh para ulama. Perbedaan hanya
terjadi pada apakah ayat terakhir menghapus (naskh) ayat-ayat sebelumnya?
Sebagaian besar ulama salaf menyatakan bahwa dengan
diturunkannya QS At-Taubah, berarti menghapus syariat jihad pada ayat-ayat
sebelumnya, seperti perkataan Ibnul Araby, “Firman Allah, ‘Apabila sudah habis
bulan-bulan Haram itu?’ (At-Taubah: 5), sebagai penghapus 114 ayat sebelumnya.”
(Ahkamul Quran). Perkataan serupa juga diriwayatkan dari Dhahhak, Rubai’ bin
Anas, Mujahid, Abul Aliyah, Husain bin Fadhl, Ibnu Zaid, Musa bin Uqbah, Ibnu
Abbas, Hasan, Ikrimah, Qatadah, Ibnul Jauzi, Atha’, Ibnu Taimiyah, Qurtuby, dan
lain-lain.
Imam Zarkasyi tidak setuju dengan istilah ayat-ayat jihad
sebelum QS At-Taubah dihapuskan. Menurutnya, nilai dari ayat-ayat sebelumnya
tetap relevan untuk diterapkan dalam konteks yang serupa dengan kondisi
Rasululllah saat menerima wahyu tersebut. (Lihat Az-Zarkasyi, Al-Burhan fie
Ulumil Qur’an, h. 845–894).
Perbedaan di atas bukan perbedaan substansial, melainkan
perbedaan istilah. Dalam hal ini, istilah naskh (hapus) berkonotasi kuat
menghapuskan ayat-ayat sebelumnya. Padahal, baik yang setuju dengan istilah naskh
dalam ayat tersebut maupun yang tidak setuju sama-sama memahami bahwa ayat-ayat
jihad sebelumnya tetap berlaku pada konteks (illah) yang sama.
Komentar Sayyid Qutb cukup menarik sebagai tarjih atas
polemik yang ada, “Setelah turunnya surah At-Taubah, hukum-hukum dalam
fase-fase sebelumnya tidak mansukh (terhapus) dalam pengertian tidak boleh
diamalkan dalam kondisi apa pun pada setiap realitas umat. Gerakan dan realita
yang dihadapinya dalam beragamnya situasi, waktu, dan tempatlah yang
menentukan–untuk sebuah ijtihad mutlak. Artinya, hukum-hukum itu lebih pas
diambil (dengan mempertimbangkan) sebuah kondisi, masa, dan tempat tertentu,
dengan tetap melihat hukum akhir yang wajib ditunaikan….”(Fie Dhilalil
Qur’an, h. 1580).
Jadi setelah fase keempat ini dan turunya surat At-Tawbah
ayat 29 tadi maka hukum jihad bagi kita adalah wajib. Baik itu kita diserang
ataupun kita tidak diserang. Selama masih banyak manusia yang tidak beriman
kepada Allah dan tidak mau tunduk kepada Allah, maka selama itu pula kewajiban
jihad itu melakat pada diri kita. Kewajibannya yang sama sepeti wajibnya
sholat, shau, zakat dan ibada haji.
Dan berdosalah kita ketika kita tidak menunaikannya.
Karena tidak ada ayat aaupun satu dalil pun yang melemahakan hukum dan perintah
ini. Lalu apa lagi yang kita tunggu untuk tidak berjihad di jalan Allah.
Fase Ke Empat : Perintah Memerangi Seluruh Orang Kafir
Secara Mutlaq.
Fase inilah yang disebut fase terkahir dalam pergerakan
JIHAD Islam. Ketika fase ini umat Islam menyatakan perang terhadap semua orang
kafir. Tidak lagi memandang dia menyerang negri Islam atau tidak. Dan tidak
memandang suku bangsa, ras, dan keluarga. Semua orang-orang kafir wajib
diperangi hingga mereka mau tunduk dan memeluk Islam. Atau jika mereka enggan
beriman kepada Allah maka mereka wajib membayar jizyah sebagai tanda tunduk dan
memohon perlindungan. Maka jika mereka telah membayar jizyah maka terjalah
jiwa, raga, darah dan harta mereka.
Fase kempat ini terjadi setelah terjadi futh Mekkah. Atau
setelah kaum muslimin mendapat kemenangan yang besar. Berhasil merebut kembali
kampung halamannya. Bisa kembali lagi ke kampung halaman mereka setelah sekaian
lama mereka tertindas, terdzalimi dan terusir. Kejadian ini terjadi sekita
tahun ke 8 hijriyah.
Kisah awal mulanya fase keempat ini datang adalah setelah terjadi futh Mekkah. Rasululloh
melakukan peperangan Tabuk. Dan Sekembalinya dari Perang Tabuk tahun 9 Hijriah,
Rasulullah ingin melakukan ibadah haji, tetapi orang-orang musyrik masih
melakukan thawaf dengan telanjang. Karenanya, Rasulullah tidak mau menjalankan
haji, sampai tradisi orang musyrik itu dihapuskan. Untuk itu, beliau mengutus
Abu Bakar r.a. memimpin haji dan menyampaikan maklumat terhadap orang musyrik
agar tidak melakukan haji setelah tahun itu dan memberi tempo selama 4 bulan
agar masuk Islam, setelah itu tidak ada pilihan, kecuali perang.
Sebagaimana seperti yang tertera dengan jelas dalam surat
At-Tawbah ayat ke 5 berikut :
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, Maka bunuhlah
orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah
mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka
bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan
kepada mereka untuk berjalan]. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Q.S At-Tawbah
: 5).
Kemudian keterangnan ayat di atas dipertegas kembali
dengan turunnya ayat-ayat selanjutnya pada surat At-tawbah ini. Yaitu dengan
turunnya ayat ke 28 dan 29 :
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang
yang musyrik itu najis[634], Maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam[635]
sesudah tahun ini[636]. dan jika kamu khawatir menjadi miskin[637], Maka Allah
nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Perangilah orang-orang
yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan
mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak
beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang
diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah[638] dengan
patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk.” (Q.S At-tawbah : 28-29).
Dengan turunnya
ayat ini menandakan bahwa fase baru telah dimulai dan inilah fase final dalam
syariat Islam dalam masalah jihad. Yaitu jihad bermakna memerangi semua kaum
kafir yang enggan beriman kepada Allah. Ibnu Qoyyim berkata, “Ketika diturunkan
surah Bara’ah (At-Taubah), Allah memerintahkan kepada Rasulullah untuk
memerangi musuh-Nya dari ahli kitab sampai mereka membayar jizyah atau masuk
Islam. Kronologi di atas disebutkan oleh ulama-ulama seluruh mazhab dalam
kitab-kitabnya.
Inilah fase terakhir dari perjalanan panjang syariat Jihad.
Dan kita sebagai muslim haruslah menerima dengan penuh keiklasan perintah ini.
perintah Allah untuk memerangi orang
kafir sampai mereka beriman kepada Allah. Sebagaimana Allah perintahkan dalam
surat Al-Baqorah ayat 193 :
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi
dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti
(dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap
orang-orang yang zalim.” (Q.S Al-Baqarah : 193).
Periode keempat sekaligus sebagai tahapan akhir syariat
jihad dalam Alquran. Substansi dari syariat tersebut adalah memerangi orang
musyrik termasuk ahlul kitab sampai mereka menerima Islam atau membayar jizyah.
Sebagian penulis menyebut periode ini sebagai jihad thalaby (ofensif).
Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw., “Aku
diperintahkan memerangi manusia sampai mereka bersaksi tidak ada Ilah kecuali
hanya Allah, dan Aku utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat. Jika
mereka melakukannya maka darah dan harta mereka mendapat perlindungan dariku,
kecuali dengan hak Islam, sedang hisabnya terserah Allah Ta’ala.” (HR Bukhari
dan Muslim).
Ditetapkannya jihad thalaby (ofensif) sebagai hukum niha’i
(final) dalam jihad tidak diperselisihkan oleh para ulama. Perbedaan hanya
terjadi pada apakah ayat terakhir menghapus (naskh) ayat-ayat sebelumnya?
Sebagaian besar ulama salaf menyatakan bahwa dengan
diturunkannya QS At-Taubah, berarti menghapus syariat jihad pada ayat-ayat
sebelumnya, seperti perkataan Ibnul Araby, “Firman Allah, ‘Apabila sudah habis
bulan-bulan Haram itu?’ (At-Taubah: 5), sebagai penghapus 114 ayat sebelumnya.”
(Ahkamul Quran). Perkataan serupa juga diriwayatkan dari Dhahhak, Rubai’ bin
Anas, Mujahid, Abul Aliyah, Husain bin Fadhl, Ibnu Zaid, Musa bin Uqbah, Ibnu
Abbas, Hasan, Ikrimah, Qatadah, Ibnul Jauzi, Atha’, Ibnu Taimiyah, Qurtuby, dan
lain-lain.
Imam Zarkasyi tidak setuju dengan istilah ayat-ayat jihad
sebelum QS At-Taubah dihapuskan. Menurutnya, nilai dari ayat-ayat sebelumnya
tetap relevan untuk diterapkan dalam konteks yang serupa dengan kondisi
Rasululllah saat menerima wahyu tersebut. (Lihat Az-Zarkasyi, Al-Burhan fie
Ulumil Qur’an, h. 845–894).
Perbedaan di atas bukan perbedaan substansial, melainkan
perbedaan istilah. Dalam hal ini, istilah naskh (hapus) berkonotasi kuat
menghapuskan ayat-ayat sebelumnya. Padahal, baik yang setuju dengan istilah naskh
dalam ayat tersebut maupun yang tidak setuju sama-sama memahami bahwa ayat-ayat
jihad sebelumnya tetap berlaku pada konteks (illah) yang sama.
Komentar Sayyid Qutb cukup menarik sebagai tarjih atas
polemik yang ada, “Setelah turunnya surah At-Taubah, hukum-hukum dalam
fase-fase sebelumnya tidak mansukh (terhapus) dalam pengertian tidak boleh
diamalkan dalam kondisi apa pun pada setiap realitas umat. Gerakan dan realita
yang dihadapinya dalam beragamnya situasi, waktu, dan tempatlah yang
menentukan–untuk sebuah ijtihad mutlak. Artinya, hukum-hukum itu lebih pas
diambil (dengan mempertimbangkan) sebuah kondisi, masa, dan tempat tertentu,
dengan tetap melihat hukum akhir yang wajib ditunaikan….”(Fie Dhilalil
Qur’an, h. 1580).
Jadi setelah fase keempat ini dan turunya surat At-Tawbah
ayat 29 tadi maka hukum jihad bagi kita adalah wajib. Baik itu kita diserang
ataupun kita tidak diserang. Selama masih banyak manusia yang tidak beriman
kepada Allah dan tidak mau tunduk kepada Allah, maka selama itu pula kewajiban
jihad itu melakat pada diri kita. Kewajibannya yang sama sepeti wajibnya
sholat, shau, zakat dan ibada haji.
Dan berdosalah kita ketika kita tidak menunaikannya.
Karena tidak ada ayat aaupun satu dalil pun yang melemahakan hukum dan perintah
ini. Lalu apa lagi yang kita tunggu untuk tidak berjihad di jalan Allah.