Minggu, 15 April 2012

Fase Ke Empat : Perintah Memerangi Seluruh Orang Kafir Secara Mutlaq.


Fase inilah yang disebut fase terkahir dalam pergerakan JIHAD Islam. Ketika fase ini umat Islam menyatakan perang terhadap semua orang kafir. Tidak lagi memandang dia menyerang negri Islam atau tidak. Dan tidak memandang suku bangsa, ras, dan keluarga. Semua orang-orang kafir wajib diperangi hingga mereka mau tunduk dan memeluk Islam. Atau jika mereka enggan beriman kepada Allah maka mereka wajib membayar jizyah sebagai tanda tunduk dan memohon perlindungan. Maka jika mereka telah membayar jizyah maka terjalah jiwa, raga, darah dan harta mereka.

Fase kempat ini terjadi setelah terjadi futh Mekkah. Atau setelah kaum muslimin mendapat kemenangan yang besar. Berhasil merebut kembali kampung halamannya. Bisa kembali lagi ke kampung halaman mereka setelah sekaian lama mereka tertindas, terdzalimi dan terusir. Kejadian ini terjadi sekita tahun ke 8 hijriyah.



Kisah awal mulanya fase keempat ini datang adalah  setelah terjadi futh Mekkah. Rasululloh melakukan peperangan Tabuk. Dan Sekembalinya dari Perang Tabuk tahun 9 Hijriah, Rasulullah ingin melakukan ibadah haji, tetapi orang-orang musyrik masih melakukan thawaf dengan telanjang. Karenanya, Rasulullah tidak mau menjalankan haji, sampai tradisi orang musyrik itu dihapuskan. Untuk itu, beliau mengutus Abu Bakar r.a. memimpin haji dan menyampaikan maklumat terhadap orang musyrik agar tidak melakukan haji setelah tahun itu dan memberi tempo selama 4 bulan agar masuk Islam, setelah itu tidak ada pilihan, kecuali perang.

Sebagaimana seperti yang tertera dengan jelas dalam surat At-Tawbah ayat ke 5 berikut :

“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan]. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S At-Tawbah : 5).

Kemudian keterangnan ayat di atas dipertegas kembali dengan turunnya ayat-ayat selanjutnya pada surat At-tawbah ini. Yaitu dengan turunnya ayat ke 28 dan 29 :

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis[634], Maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam[635] sesudah tahun ini[636]. dan jika kamu khawatir menjadi miskin[637], Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah[638] dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk.” (Q.S At-tawbah : 28-29).

 Dengan turunnya ayat ini menandakan bahwa fase baru telah dimulai dan inilah fase final dalam syariat Islam dalam masalah jihad. Yaitu jihad bermakna memerangi semua kaum kafir yang enggan beriman kepada Allah. Ibnu Qoyyim berkata, “Ketika diturunkan surah Bara’ah (At-Taubah), Allah memerintahkan kepada Rasulullah untuk memerangi musuh-Nya dari ahli kitab sampai mereka membayar jizyah atau masuk Islam. Kronologi di atas disebutkan oleh ulama-ulama seluruh mazhab dalam kitab-kitabnya.

Inilah fase terakhir dari perjalanan panjang syariat Jihad. Dan kita sebagai muslim haruslah menerima dengan penuh keiklasan perintah ini. perintah Allah untuk  memerangi orang kafir sampai mereka beriman kepada Allah. Sebagaimana Allah perintahkan dalam surat Al-Baqorah ayat 193 :

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” (Q.S Al-Baqarah : 193).

Periode keempat sekaligus sebagai tahapan akhir syariat jihad dalam Alquran. Substansi dari syariat tersebut adalah memerangi orang musyrik termasuk ahlul kitab sampai mereka menerima Islam atau membayar jizyah. Sebagian penulis menyebut periode ini sebagai jihad thalaby (ofensif).

Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw., “Aku diperintahkan memerangi manusia sampai mereka bersaksi tidak ada Ilah kecuali hanya Allah, dan Aku utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat. Jika mereka melakukannya maka darah dan harta mereka mendapat perlindungan dariku, kecuali dengan hak Islam, sedang hisabnya terserah Allah Ta’ala.” (HR Bukhari dan Muslim).

Ditetapkannya jihad thalaby (ofensif) sebagai hukum niha’i (final) dalam jihad tidak diperselisihkan oleh para ulama. Perbedaan hanya terjadi pada apakah ayat terakhir menghapus (naskh) ayat-ayat sebelumnya?

Sebagaian besar ulama salaf menyatakan bahwa dengan diturunkannya QS At-Taubah, berarti menghapus syariat jihad pada ayat-ayat sebelumnya, seperti perkataan Ibnul Araby, “Firman Allah, ‘Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu?’ (At-Taubah: 5), sebagai penghapus 114 ayat sebelumnya.” (Ahkamul Quran). Perkataan serupa juga diriwayatkan dari Dhahhak, Rubai’ bin Anas, Mujahid, Abul Aliyah, Husain bin Fadhl, Ibnu Zaid, Musa bin Uqbah, Ibnu Abbas, Hasan, Ikrimah, Qatadah, Ibnul Jauzi, Atha’, Ibnu Taimiyah, Qurtuby, dan lain-lain.

Imam Zarkasyi tidak setuju dengan istilah ayat-ayat jihad sebelum QS At-Taubah dihapuskan. Menurutnya, nilai dari ayat-ayat sebelumnya tetap relevan untuk diterapkan dalam konteks yang serupa dengan kondisi Rasululllah saat menerima wahyu tersebut. (Lihat Az-Zarkasyi, Al-Burhan fie Ulumil Qur’an, h. 845–894).

Perbedaan di atas bukan perbedaan substansial, melainkan perbedaan istilah. Dalam hal ini, istilah naskh (hapus) berkonotasi kuat menghapuskan ayat-ayat sebelumnya. Padahal, baik yang setuju dengan istilah naskh dalam ayat tersebut maupun yang tidak setuju sama-sama memahami bahwa ayat-ayat jihad sebelumnya tetap berlaku pada konteks (illah) yang sama.

Komentar Sayyid Qutb cukup menarik sebagai tarjih atas polemik yang ada, “Setelah turunnya surah At-Taubah, hukum-hukum dalam fase-fase sebelumnya tidak mansukh (terhapus) dalam pengertian tidak boleh diamalkan dalam kondisi apa pun pada setiap realitas umat. Gerakan dan realita yang dihadapinya dalam beragamnya situasi, waktu, dan tempatlah yang menentukan–untuk sebuah ijtihad mutlak. Artinya, hukum-hukum itu lebih pas diambil (dengan mempertimbangkan) sebuah kondisi, masa, dan tempat tertentu, dengan tetap melihat hukum akhir yang wajib ditunaikan….”(Fie Dhilalil Qur’an, h. 1580).

Jadi setelah fase keempat ini dan turunya surat At-Tawbah ayat 29 tadi maka hukum jihad bagi kita adalah wajib. Baik itu kita diserang ataupun kita tidak diserang. Selama masih banyak manusia yang tidak beriman kepada Allah dan tidak mau tunduk kepada Allah, maka selama itu pula kewajiban jihad itu melakat pada diri kita. Kewajibannya yang sama sepeti wajibnya sholat, shau, zakat dan ibada haji.

Dan berdosalah kita ketika kita tidak menunaikannya. Karena tidak ada ayat aaupun satu dalil pun yang melemahakan hukum dan perintah ini. Lalu apa lagi yang kita tunggu untuk tidak berjihad di jalan Allah.
Fase Ke Empat : Perintah Memerangi Seluruh Orang Kafir Secara Mutlaq. 

Fase inilah yang disebut fase terkahir dalam pergerakan JIHAD Islam. Ketika fase ini umat Islam menyatakan perang terhadap semua orang kafir. Tidak lagi memandang dia menyerang negri Islam atau tidak. Dan tidak memandang suku bangsa, ras, dan keluarga. Semua orang-orang kafir wajib diperangi hingga mereka mau tunduk dan memeluk Islam. Atau jika mereka enggan beriman kepada Allah maka mereka wajib membayar jizyah sebagai tanda tunduk dan memohon perlindungan. Maka jika mereka telah membayar jizyah maka terjalah jiwa, raga, darah dan harta mereka.

Fase kempat ini terjadi setelah terjadi futh Mekkah. Atau setelah kaum muslimin mendapat kemenangan yang besar. Berhasil merebut kembali kampung halamannya. Bisa kembali lagi ke kampung halaman mereka setelah sekaian lama mereka tertindas, terdzalimi dan terusir. Kejadian ini terjadi sekita tahun ke 8 hijriyah.

Kisah awal mulanya fase keempat ini datang adalah  setelah terjadi futh Mekkah. Rasululloh melakukan peperangan Tabuk. Dan Sekembalinya dari Perang Tabuk tahun 9 Hijriah, Rasulullah ingin melakukan ibadah haji, tetapi orang-orang musyrik masih melakukan thawaf dengan telanjang. Karenanya, Rasulullah tidak mau menjalankan haji, sampai tradisi orang musyrik itu dihapuskan. Untuk itu, beliau mengutus Abu Bakar r.a. memimpin haji dan menyampaikan maklumat terhadap orang musyrik agar tidak melakukan haji setelah tahun itu dan memberi tempo selama 4 bulan agar masuk Islam, setelah itu tidak ada pilihan, kecuali perang.

Sebagaimana seperti yang tertera dengan jelas dalam surat At-Tawbah ayat ke 5 berikut :
  
“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan]. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S At-Tawbah : 5).

Kemudian keterangnan ayat di atas dipertegas kembali dengan turunnya ayat-ayat selanjutnya pada surat At-tawbah ini. Yaitu dengan turunnya ayat ke 28 dan 29 :

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis[634], Maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam[635] sesudah tahun ini[636]. dan jika kamu khawatir menjadi miskin[637], Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah[638] dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk.” (Q.S At-tawbah : 28-29).

 Dengan turunnya ayat ini menandakan bahwa fase baru telah dimulai dan inilah fase final dalam syariat Islam dalam masalah jihad. Yaitu jihad bermakna memerangi semua kaum kafir yang enggan beriman kepada Allah. Ibnu Qoyyim berkata, “Ketika diturunkan surah Bara’ah (At-Taubah), Allah memerintahkan kepada Rasulullah untuk memerangi musuh-Nya dari ahli kitab sampai mereka membayar jizyah atau masuk Islam. Kronologi di atas disebutkan oleh ulama-ulama seluruh mazhab dalam kitab-kitabnya.

Inilah fase terakhir dari perjalanan panjang syariat Jihad. Dan kita sebagai muslim haruslah menerima dengan penuh keiklasan perintah ini. perintah Allah untuk  memerangi orang kafir sampai mereka beriman kepada Allah. Sebagaimana Allah perintahkan dalam surat Al-Baqorah ayat 193 :

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” (Q.S Al-Baqarah : 193).

Periode keempat sekaligus sebagai tahapan akhir syariat jihad dalam Alquran. Substansi dari syariat tersebut adalah memerangi orang musyrik termasuk ahlul kitab sampai mereka menerima Islam atau membayar jizyah. Sebagian penulis menyebut periode ini sebagai jihad thalaby (ofensif).

Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw., “Aku diperintahkan memerangi manusia sampai mereka bersaksi tidak ada Ilah kecuali hanya Allah, dan Aku utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat. Jika mereka melakukannya maka darah dan harta mereka mendapat perlindungan dariku, kecuali dengan hak Islam, sedang hisabnya terserah Allah Ta’ala.” (HR Bukhari dan Muslim).

Ditetapkannya jihad thalaby (ofensif) sebagai hukum niha’i (final) dalam jihad tidak diperselisihkan oleh para ulama. Perbedaan hanya terjadi pada apakah ayat terakhir menghapus (naskh) ayat-ayat sebelumnya?

Sebagaian besar ulama salaf menyatakan bahwa dengan diturunkannya QS At-Taubah, berarti menghapus syariat jihad pada ayat-ayat sebelumnya, seperti perkataan Ibnul Araby, “Firman Allah, ‘Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu?’ (At-Taubah: 5), sebagai penghapus 114 ayat sebelumnya.” (Ahkamul Quran). Perkataan serupa juga diriwayatkan dari Dhahhak, Rubai’ bin Anas, Mujahid, Abul Aliyah, Husain bin Fadhl, Ibnu Zaid, Musa bin Uqbah, Ibnu Abbas, Hasan, Ikrimah, Qatadah, Ibnul Jauzi, Atha’, Ibnu Taimiyah, Qurtuby, dan lain-lain.

Imam Zarkasyi tidak setuju dengan istilah ayat-ayat jihad sebelum QS At-Taubah dihapuskan. Menurutnya, nilai dari ayat-ayat sebelumnya tetap relevan untuk diterapkan dalam konteks yang serupa dengan kondisi Rasululllah saat menerima wahyu tersebut. (Lihat Az-Zarkasyi, Al-Burhan fie Ulumil Qur’an, h. 845–894).

Perbedaan di atas bukan perbedaan substansial, melainkan perbedaan istilah. Dalam hal ini, istilah naskh (hapus) berkonotasi kuat menghapuskan ayat-ayat sebelumnya. Padahal, baik yang setuju dengan istilah naskh dalam ayat tersebut maupun yang tidak setuju sama-sama memahami bahwa ayat-ayat jihad sebelumnya tetap berlaku pada konteks (illah) yang sama.

Komentar Sayyid Qutb cukup menarik sebagai tarjih atas polemik yang ada, “Setelah turunnya surah At-Taubah, hukum-hukum dalam fase-fase sebelumnya tidak mansukh (terhapus) dalam pengertian tidak boleh diamalkan dalam kondisi apa pun pada setiap realitas umat. Gerakan dan realita yang dihadapinya dalam beragamnya situasi, waktu, dan tempatlah yang menentukan–untuk sebuah ijtihad mutlak. Artinya, hukum-hukum itu lebih pas diambil (dengan mempertimbangkan) sebuah kondisi, masa, dan tempat tertentu, dengan tetap melihat hukum akhir yang wajib ditunaikan….”(Fie Dhilalil Qur’an, h. 1580).

Jadi setelah fase keempat ini dan turunya surat At-Tawbah ayat 29 tadi maka hukum jihad bagi kita adalah wajib. Baik itu kita diserang ataupun kita tidak diserang. Selama masih banyak manusia yang tidak beriman kepada Allah dan tidak mau tunduk kepada Allah, maka selama itu pula kewajiban jihad itu melakat pada diri kita. Kewajibannya yang sama sepeti wajibnya sholat, shau, zakat dan ibada haji.

Dan berdosalah kita ketika kita tidak menunaikannya. Karena tidak ada ayat aaupun satu dalil pun yang melemahakan hukum dan perintah ini. Lalu apa lagi yang kita tunggu untuk tidak berjihad di jalan Allah.