Alhamdulillah, segala puji hanyalah untuk Allah yang telah meciptakan
tujuh lapis bumi dan tujuh lapis bumi. Milik-Nyalah segala yang ada di dalamnya
dan segala yang ada di antara keduanya. Tiada kekuatan yang mampu menguasai
makhluknya selain kekuatannya. Dan tiadalah daya serta upaya bagi para hambanya
untuk melawan dan mendurhakai-Nya.
Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan untuk Nabi
Muhammad saw. Nabi akhirul zaman yang telah mebawa kita umatnya dari jaman
kegelapan hingga jaman yang penuh dengan cahaya kenikmatan dan rahmat. Berkat
kegigihan dan semangat perjuangan dakwah dan jihadnya, hingga beliau mampu
menyebarkan rahmat Allah hingga menembus seluruh dunia, atas idzin Allah tabbaroka
watta’alaa. Semoga kita mampu meneladani beliau dalam setiap gerak langkah
dan tingkah polah kita.
Puji syukur kita senataisa kita limpahkan selalu kepada
Allah swt. Lagi-lagi berkat kekuatannya yang diamanahkan pada kita semua,
alhamdulillah hingga kita mampu masuk lebih jauh ke dalam permasalah jihad ini.
Dan sekali lagi, jika bukan karena rahmat Allah hal ini tidak akan mungkin bisa
terjadi.
Dalam pembahsan dalam bab ini kita akan membahas hukum-hukum
jihad dalam tinjauan fiqih. Agar kita tahu duduk permasalahan dalam prihal
jihad ini. karena permasalhan ini sangat sensitive dan sangat riskan untuk menilai
sendiri. Karena hukum buknlah berasal dari prasangka dan penilaian kita. Akan
tetapi hukum jatuh sesuai syariatnya. Maka rasanya perlu untuk membahas dan
menjelaskannya.
Lalu jika permasalahan hukum jihad itu selsai dipaparkan.
Setelah itu akan dibahas tujuan dari
dilakukannya pergerakan jihad fie sabilillah. Untuk apa dan untuk siapa kita
berjihad berperang dijalan Allah. Maka nanti akan dibahas secara tuntas dalam
pembahasan subbab yang kedua. Semoga Allah selalu memberi kemudahan pada kita
semua.
1. Hukum Jihad.
Telah kita sama-sama kita ketahui bahawa hukum jihad jatuh
pada hukum wajib atau dalam istilah hukumya adalah fardhu. Hal itu berdasarkan
dalil-dalil yang bersumber pada Al-Quran dan hadits. Seperti contoh ayat
berikut ini :
“Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan
ketahuilah Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Q.S AL-Baqarah : 244).
Dalam ayat di atas perintah perang langsung menggunakan
kaliamat berperanglah. Yaitu suatu penekanan dan suatu keharusan. Dan masih
banyak lagi ayat-ayat perintah yang langsung menggunakan kalimat berperanglah
seperti halnya ayat di atas. Namun, kita ambil satu permisalan satu saja.
Atau pada ayat yang lainnya yang juga bermakna perang akan
tetapi menggunakan kalimat berjihadlah. Seperti pada ayat Al-Quran yang
terdapat pada surat At-Tawbah ayat 41 :
“Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun
berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang
demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q.S At-Tawbah : 41).
Dalam kedua contoh ayat yang kita ambil di atas baik itu
perintah JIHAD dengan menggunakan kalimat BERPERANGLAH ataupun yang menggunakan
kalimat BERJIHADLAH. Kedua-duanya sama menggunakan kalimat fiil amr. Atau
kalimat perintah. Dan menurut dalil ushul adalah al-Ashlu fil amri lil wujub
artinya asal dalam kaliamat perintah (fiil amr) adalah menunjukan untuk
wajib.
Maka dengan dalil ushul tersebut kita bisa menarik
kesimpulan bahwa hukum jihad adalah WAJIB hukumnya atau FARDHU. Karena
kalimat-kalimat perintah jihad dalam Al-Quran menggunakan kalimat fiil amr.
Maka dengan begitu maka wajiblah hukum jihad bagi kita semua.
Atau jika ingin ayat yang lebih jelas lagi kita bisa
melihat dalam keterangan surat Al-Baqarah ayat 214 :
“Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu
adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia
Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah : 216).
Kalimat ayat di atas bunyi sama dengan bunyi ayat yang
memerintahkan wajibnya shaum di bulan Ramdhan bagi kaum mu’minin. Marilah kita
perhatikan perintah wajibnya shaum, yang terdapat pada surat Al-Baqarah ayat
183 :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa,” (Q.S
Al-Baqarah :183).
Subahanallah,
betapa sama kalimat dua perintah ini. Kalimat untuk wajibnya shaum menggunakan
kalimat ketiba ‘alaikumum shiam. Dan kalimat untuk wajibanya jihad menggunakan
kalimat kutiba ‘alaikumul qital. Kalimatnya sungguhnya hanya beda objek saja.
Yang satu shiam dan yang satu lagi qital. Lalu mengapa kita membeda-bedakan
dalam menjalankan?
Namun, permasalah muncul setelah ditetapkannya hukum jihad
itu waajibun ‘alal qulli mukallafin (wajib bagi tiap-tiap mukallaf). Di
mana letak permasalahnnnya? Permaslahannnya muncul dalam pandangan para ulama
dalam menyikapinya.
Ya, memang semua ulama pada dasarnya sepkat pada satu
kata. Mereka menyatakan bahwa hukum jihad adalah wajib atau fardhu. Akan tetapi
permasalahnnnya muncul atas mengkondiskannya. Jika dilihat dari sisi kondisi
dan keadaan umat Islam. maka para ulama membaginya kepada dua hal. Pertama
JIHAD itu menjadi Fardhu Kifayah dan yang kedua JIHAD menjadi FARDHU ‘AIn
Hukumnya.
0 komentar:
Posting Komentar