Minggu, 24 Juni 2012

HUKUM MELAKSANAKAN JIHAD

Alhamdulillah, segala puji hanyalah untuk Allah yang telah meciptakan tujuh lapis bumi dan tujuh lapis bumi. Milik-Nyalah segala yang ada di dalamnya dan segala yang ada di antara keduanya. Tiada kekuatan yang mampu menguasai makhluknya selain kekuatannya. Dan tiadalah daya serta upaya bagi para hambanya untuk melawan dan mendurhakai-Nya.

Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan untuk Nabi Muhammad saw. Nabi akhirul zaman yang telah mebawa kita umatnya dari jaman kegelapan hingga jaman yang penuh dengan cahaya kenikmatan dan rahmat. Berkat kegigihan dan semangat perjuangan dakwah dan jihadnya, hingga beliau mampu menyebarkan rahmat Allah hingga menembus seluruh dunia, atas idzin Allah tabbaroka watta’alaa. Semoga kita mampu meneladani beliau dalam setiap gerak langkah dan tingkah polah kita.

Puji syukur kita senataisa kita limpahkan selalu kepada Allah swt. Lagi-lagi berkat kekuatannya yang diamanahkan pada kita semua, alhamdulillah hingga kita mampu masuk lebih jauh ke dalam permasalah jihad ini. Dan sekali lagi, jika bukan karena rahmat Allah hal ini tidak akan mungkin bisa terjadi.

Dalam pembahsan dalam bab ini kita akan membahas hukum-hukum jihad dalam tinjauan fiqih. Agar kita tahu duduk permasalahan dalam prihal jihad ini. karena permasalhan ini sangat sensitive dan sangat riskan untuk menilai sendiri. Karena hukum buknlah berasal dari prasangka dan penilaian kita. Akan tetapi hukum jatuh sesuai syariatnya. Maka rasanya perlu untuk membahas dan menjelaskannya.

Lalu jika permasalahan hukum jihad itu selsai dipaparkan. Setelah itu akan dibahas  tujuan dari dilakukannya pergerakan jihad fie sabilillah. Untuk apa dan untuk siapa kita berjihad berperang dijalan Allah. Maka nanti akan dibahas secara tuntas dalam pembahasan subbab yang kedua. Semoga Allah selalu memberi kemudahan pada kita semua.

1. Hukum Jihad.

Telah kita sama-sama kita ketahui bahawa hukum jihad jatuh pada hukum wajib atau dalam istilah hukumya adalah fardhu. Hal itu berdasarkan dalil-dalil yang bersumber pada Al-Quran dan hadits. Seperti contoh ayat berikut ini :

“Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan ketahuilah Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.(Q.S AL-Baqarah : 244).

Dalam ayat di atas perintah perang langsung menggunakan kaliamat berperanglah. Yaitu suatu penekanan dan suatu keharusan. Dan masih banyak lagi ayat-ayat perintah yang langsung menggunakan kalimat berperanglah seperti halnya ayat di atas. Namun, kita ambil satu permisalan satu saja.

Atau pada ayat yang lainnya yang juga bermakna perang akan tetapi menggunakan kalimat berjihadlah. Seperti pada ayat Al-Quran yang terdapat pada surat At-Tawbah ayat 41 :

“Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q.S At-Tawbah : 41).

Dalam kedua contoh ayat yang kita ambil di atas baik itu perintah JIHAD dengan menggunakan kalimat BERPERANGLAH ataupun yang menggunakan kalimat BERJIHADLAH. Kedua-duanya sama menggunakan kalimat fiil amr. Atau kalimat perintah. Dan menurut dalil ushul adalah al-Ashlu fil amri lil wujub artinya asal dalam kaliamat perintah (fiil amr) adalah menunjukan untuk wajib.

Maka dengan dalil ushul tersebut kita bisa menarik kesimpulan bahwa hukum jihad adalah WAJIB hukumnya atau FARDHU. Karena kalimat-kalimat perintah jihad dalam Al-Quran menggunakan kalimat fiil amr. Maka dengan begitu maka wajiblah hukum jihad bagi kita semua.

Atau jika ingin ayat yang lebih jelas lagi kita bisa melihat dalam keterangan surat Al-Baqarah ayat 214 :
  
“Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah : 216).

Kalimat ayat di atas bunyi sama dengan bunyi ayat yang memerintahkan wajibnya shaum di bulan Ramdhan bagi kaum mu’minin. Marilah kita perhatikan perintah wajibnya shaum, yang terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 183 :
 
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (Q.S Al-Baqarah :183).

 Subahanallah, betapa sama kalimat dua perintah ini. Kalimat untuk wajibnya shaum menggunakan kalimat ketiba ‘alaikumum shiam. Dan kalimat untuk wajibanya jihad menggunakan kalimat kutiba ‘alaikumul qital. Kalimatnya sungguhnya hanya beda objek saja. Yang satu shiam dan yang satu lagi qital. Lalu mengapa kita membeda-bedakan dalam menjalankan?

Namun, permasalah muncul setelah ditetapkannya hukum jihad itu waajibun ‘alal qulli mukallafin (wajib bagi tiap-tiap mukallaf). Di mana letak permasalahnnnya? Permaslahannnya muncul dalam pandangan para ulama dalam menyikapinya.

Ya, memang semua ulama pada dasarnya sepkat pada satu kata. Mereka menyatakan bahwa hukum jihad adalah wajib atau fardhu. Akan tetapi permasalahnnnya muncul atas mengkondiskannya. Jika dilihat dari sisi kondisi dan keadaan umat Islam. maka para ulama membaginya kepada dua hal. Pertama JIHAD itu menjadi Fardhu Kifayah dan yang kedua JIHAD menjadi FARDHU ‘AIn Hukumnya.

Lalu kapan jihad itu jatuh pada FARDHU KIFAYAH dan kappa pula JIHAD itu jatuh pada hukum FARDHU ‘AIN? Mungkin pertanyaan itulah yang terbesit dalam benak kita semua.

0 komentar:

Posting Komentar